Kenapa Kevin O’Leary Tak Akan Investasi di Perusahaan yang Abaikan AI
Investor kawakan dan tokoh televisi Kevin O’Leary menyatakan bahwa perusahaan yang tidak memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) telah menempatkan diri dalam posisi yang merugikan secara kompetitif. Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya tak tertarik berinvestasi pada bisnis semacam itu.
Dalam wawancara dengan Cointelegraph, O’Leary mengungkapkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru—yang mayoritas dilakukan melalui konten dan pemasaran multimedia—telah mengalami lonjakan signifikan dalam tiga tahun terakhir.
“Biaya pembuatan konten sudah meningkat lebih dari empat kali lipat, bahkan dalam beberapa kasus hingga 10 kali lipat,” ungkapnya. Namun, menurutnya, kehadiran AI telah menurunkan biaya produksi konten hingga 60%.
Sebelum menggelontorkan dana ke sebuah perusahaan, O’Leary selalu menanyakan tentang pemanfaatan AI dalam strategi mereka:
“Pertanyaan pertama saya: siapa yang mengelola program AI Anda? Apa tools yang dipakai? Siapa yang menangani media sosial Anda?”
Ia menekankan bahwa pemanfaatan AI tak hanya soal efisiensi biaya, tapi juga bagian dari strategi geopolitik besar. O’Leary percaya bahwa mempertahankan dominasi Amerika Serikat dalam bidang AI adalah hal yang sangat penting.

Investasi O’Leary di Bitzero
Selain pandangannya soal AI, O’Leary juga berinvestasi di Bitzero, perusahaan pertambangan Bitcoin dan komputasi performa tinggi. Bitzero mengoperasikan pusat data di Norwegia, Finlandia, dan Dakota Utara, AS.
Menurutnya, memiliki infrastruktur inti dari teknologi seperti Bitcoin dan AI jauh lebih berkelanjutan dan menguntungkan dibanding hanya fokus pada produk akhir.
“Ini seperti era emas dulu. Mereka yang menjual celana jeans dan alat tambanglah yang paling untung, bukan penambang emasnya,” ujar O’Leary.
AS vs China: Perang Dingin AI
Lebih jauh, O’Leary menyebut bahwa dunia tengah berada dalam “perang teknologi” antara Amerika Serikat dan Tiongkok, khususnya terkait pengembangan chip AI.
Ia mengibaratkan chip AI sebagai “ratu lebah” dan para pengembang sebagai “lebah pekerja” yang menghasilkan madu, yakni kode komputer.
Jika AS membatasi ekspor chip AI buatannya, negara lain bisa memanfaatkan peluang itu untuk memajukan arsitektur AI mereka sendiri. Hal ini bisa membuat dominasi pengembangan AI global bergeser, jelasnya.
